Istilah pesantren
berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata “ santri “ dalam
bahasa Jawa memiliki arti “ murid “. Sedangkan
pondok berasal dari bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. Sebuah pondok pesantren pada
dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional yang mana para murid
atau santri tinggal bersama di bawah asuhan dan bimbingan guru yang lebih
dikenal dengan sebutan Kyai. Dengan
istilah pondok pesantren dimaksudkan
sebagai bentuk pendidikan ke-islaman yang melembaga di Indonesia. Adanya pondok
pesantren ini banyak menunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini dikarenakan
jarak antara pondok dengan sarana pondok yang lain berdekatan sehingga memudahkan
komunikasi antara santri dengan kyai atau santri satu dengan santri yang lain. Dengan
demikian akan tercipta situasi yang komunikatif di samping adanya hubungan
timbal balik antara Kyai dan santri, dan antara santri dengan santri lain.
Kehidupan pesantren mengajarkan para santri untuk bertahan
dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan. Kehidupan santri utamanya di
pesantren salafi mengajarkan santri
untuk hidup mandiri. Tidak sedikit dari para santri yang harus hidup diantara
“kekurangan”. Kondisi inilah yang menjadikan mereka banyak tirakatnya. Mereka
sangat percaya dengan apa yang dituturkan dalam kitab ta’limul muta’alim.
Banyak berfoya-foya dalam menuntut ilmu hanya akan membuat ilmu tidak barokah
dan otak tidak bisa berfikir. Mereka tetap bersabar dalam menuntut ilmu dalam
kondisi apapun. Meski bangun dikala orang terlelap tidak menjadi beban
sedikitpun. Meski mereka harus menahan kelopak mata agar tetap terbuka disaat
kantuk menghantui, tidak membuat semangatnya redup. Berbekal sebuah kitab
kuning yang bertuliskan arab tanpa harokat dan bolpion buntut mengais ilmu yang
Allah berikan lewat ulama-ulama terdahulu. Sebuah pemandangan yang indah dikala
kita menyaksikan saat itu.
Keadaan pondok pada masa kolonial
sangat berbeda dengan keberadaan pondok sekarang. Pondok yang sederhana hanya
terdiri dari sebuah ruangan besar dan didiami bersama. Dilengkapi pula dengan
madrasah. Satu hal yang agaknya tertinggal dari kehidupan
mereka. Kemajuan teknologi tampaknya masih belum diperhatikan oleh mereka.
Meskipun banyak pesantren yang sudah memiliki instansi pendidikan formal,
tetapi sentuhan akan teknologi masih belum terasa. Banyak madrasah yang berdiri
dibawah pesantren kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Kesannya masih
dianaktirikan. Padahal kapasitasnya belum tentu dibawah sekolah-sekolah umum
apabila mendapat fasilitas yang memadai.
Dewasa ini keberadaan pesantren telah banyak mengalami
perkembangan. Diantara perkembangan itu adalah adanya pondok khusus perempuan
atau pondok khusus laki-laki sehingga dapat memilah santri berdasarkan jenis
kelamin dengan peraturan yang ketat. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan terus
menerus oleh pondok pesantren baik dalam segi manajemen, akademik, maupun
fasilitas membuat pesantren terlepas dari pandangan tradisional dan kolot yang
selama ini disandangnya.
Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan agama Islam
yang sangat fungsional. Pesantren mampu memberi jawaban terhadap berbagai
permasalah yang dihadapi masyarakat serta mampu mempertahankan eksistensi
meskipun perubahan zaman berjalan dengan pesat. Bukan hanya itu, sebagai lembaga
pendidikan, pondok pesantren mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi
dan kondisi. Penyesuaian diri ini adalah keikutsertaan sepenuhnya dalam arus
pengembangan ilmu pengetahuan (modern) dan teknologi. Pesantren pada umumnya
bersifat mandiri, tidak tergantung kepada pemerintah atau kekuasaan yang ada.
Karena sifat mandirinya itu, pesantren bisa memegang teguh kemurniannya sebagai
lembaga pendidikan Islam. Karena itu, pesantren tidak mudah disusupi oleh
ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam pembangunan kualitas manusia, tidak
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau masyarakat semata-mata, tetapi
menjadi tanggung jawab semua komponen, termasuk dunia pesantren. Pesantren yang
telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan masyarakat,
kualitasnya harus terus didorong dan dikembangkan. Proses pembangunan manusia
yang dilakukan pesantren tidak bisa dipisahkan dari proses pembangunan manusia
yang tengah diupayakan pemerintah. Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan
diimplementasikan di pesantren. Pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang
membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang
berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.
Lebih jauh lagi, saat ini pesantren tidak
hanya berfungsi sebagai sarana pendidikan keagamaan semata. Namun, dalam
perkembangannya ternyata banyak juga pesantren yang berfungsi sebagai sarana
pendidikan nonformal, dimana para santrinya dibimbing dan dididik untuk
memiliki skill dan keterampilan atau kecakapan hidup sesuai dengan bakat para
santrinya. Ketentuan mengenai lembaga pendidikan nonformal ini termuat dalam
Pasal 26 yang menegaskan: (1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. (2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3)
Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan,
serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik. (4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis
taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. (5) Kursus dan pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi. (6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan.
Dari sini kita dapat melihat bahwa
pendidikan pondok pesantren cukup terbuka dan tidak monoton atau kolot.
Pesantren dapat menyesuaikan dan sekaligus membawa dirinya dalam segala situasi
dan kondisi. Namun demikian perubahan zaman tidak dapat memudarkan eksistensi
dan bahkan dijadikan momen untuk mengembangkan pola pendidikan, sehingga
melahirkan pemikir-pemikir Islam yang siap terjun di masyarakat dalam kondisi
dan situasi apapun. Mereka diberi pelajaran untuk menyelesaikan permasalahan
dengan cara-cara yang elegan dan beradab, karena di pesantren selalu diajarkan
membangun kesolehan spiritual yang harus ditransformasikan dalam masyarakat
atau kesolehan sosial.