Pages

Rabu, 17 Juli 2013

PESANTREN MENCERDASKAN OLAH PIKIR dan OLAH HATI



          Istilah  pesantren  berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata “ santri “ dalam bahasa Jawa memiliki arti “ murid “. Sedangkan  pondok  berasal dari bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. Sebuah pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional yang mana para murid atau santri tinggal bersama di bawah asuhan dan bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai. Dengan istilah pondok pesantren dimaksudkan sebagai bentuk pendidikan ke-islaman yang melembaga di Indonesia. Adanya pondok pesantren ini banyak menunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini dikarenakan jarak antara pondok dengan sarana pondok yang lain berdekatan sehingga memudahkan komunikasi antara santri dengan kyai atau santri satu dengan santri yang lain. Dengan demikian akan tercipta situasi yang komunikatif di samping adanya hubungan timbal balik antara Kyai dan santri, dan antara santri dengan santri lain.
          Kehidupan pesantren mengajarkan para santri untuk bertahan dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan. Kehidupan santri utamanya di pesantren salafi  mengajarkan santri untuk hidup mandiri. Tidak sedikit dari para santri yang harus hidup diantara “kekurangan”. Kondisi inilah yang menjadikan mereka banyak tirakatnya. Mereka sangat percaya dengan apa yang dituturkan dalam kitab ta’limul muta’alim. Banyak berfoya-foya dalam menuntut ilmu hanya akan membuat ilmu tidak barokah dan otak tidak bisa berfikir. Mereka tetap bersabar dalam menuntut ilmu dalam kondisi apapun. Meski bangun dikala orang terlelap tidak menjadi beban sedikitpun. Meski mereka harus menahan kelopak mata agar tetap terbuka disaat kantuk menghantui, tidak membuat semangatnya redup. Berbekal sebuah kitab kuning yang bertuliskan arab tanpa harokat dan bolpion buntut mengais ilmu yang Allah berikan lewat ulama-ulama terdahulu. Sebuah pemandangan yang indah dikala kita menyaksikan saat itu.
          Keadaan pondok pada masa kolonial sangat berbeda dengan keberadaan pondok sekarang. Pondok yang sederhana hanya terdiri dari sebuah ruangan besar dan didiami bersama. Dilengkapi pula dengan madrasah.  Satu hal yang agaknya tertinggal dari kehidupan mereka. Kemajuan teknologi tampaknya masih belum diperhatikan oleh mereka. Meskipun banyak pesantren yang sudah memiliki instansi pendidikan formal, tetapi sentuhan akan teknologi masih belum terasa. Banyak madrasah yang berdiri dibawah pesantren kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Kesannya masih dianaktirikan. Padahal kapasitasnya belum tentu dibawah sekolah-sekolah umum apabila mendapat fasilitas yang memadai.
         Dewasa ini keberadaan pesantren telah banyak mengalami perkembangan. Diantara perkembangan itu adalah adanya pondok khusus perempuan atau pondok khusus laki-laki sehingga dapat memilah santri berdasarkan jenis kelamin dengan peraturan yang ketat. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan terus menerus oleh pondok pesantren baik dalam segi manajemen, akademik, maupun fasilitas membuat pesantren terlepas dari pandangan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya.
          Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan agama Islam yang sangat fungsional. Pesantren mampu memberi jawaban terhadap berbagai permasalah yang dihadapi  masyarakat serta mampu mempertahankan eksistensi meskipun perubahan zaman berjalan dengan pesat. Bukan hanya itu, sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan kondisi. Penyesuaian diri ini adalah keikutsertaan sepenuhnya dalam arus pengembangan ilmu pengetahuan (modern) dan teknologi. Pesantren pada umumnya bersifat mandiri, tidak tergantung kepada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Karena sifat mandirinya itu, pesantren bisa memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Karena itu, pesantren tidak mudah disusupi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
          Dalam pembangunan kualitas manusia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau masyarakat semata-mata, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen, termasuk dunia pesantren. Pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan masyarakat, kualitasnya harus terus didorong dan dikembangkan. Proses pembangunan manusia yang dilakukan pesantren tidak bisa dipisahkan dari proses pembangunan manusia yang tengah diupayakan pemerintah. Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di pesantren. Pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.
           Lebih jauh lagi, saat ini pesantren tidak hanya berfungsi sebagai sarana pendidikan keagamaan semata. Namun, dalam perkembangannya ternyata banyak juga pesantren yang berfungsi sebagai sarana pendidikan nonformal, dimana para santrinya dibimbing dan dididik untuk memiliki skill dan keterampilan atau kecakapan hidup sesuai dengan bakat para santrinya. Ketentuan mengenai lembaga pendidikan nonformal ini termuat dalam Pasal 26 yang menegaskan: (1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. (2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. (3)
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. (4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. (5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
     Dari sini kita dapat melihat bahwa pendidikan pondok pesantren cukup terbuka dan tidak monoton atau kolot. Pesantren dapat menyesuaikan dan sekaligus membawa dirinya dalam segala situasi dan kondisi. Namun demikian perubahan zaman tidak dapat memudarkan eksistensi dan bahkan dijadikan momen untuk mengembangkan pola pendidikan, sehingga melahirkan pemikir-pemikir Islam yang siap terjun di masyarakat dalam kondisi dan situasi apapun. Mereka diberi pelajaran untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara-cara yang elegan dan beradab, karena di pesantren selalu diajarkan membangun kesolehan spiritual yang harus ditransformasikan dalam masyarakat atau kesolehan sosial.